KATA PENGANTAR
Puji
syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas
rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya, saya dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah mengenai “PEWILAYAHAN”
ini dengan baik dan tepat waktu.
Tak ada gading
yang tak retak, dari lubuk hati yang terdalam, saya menyadari bahwa makalah ini
begitu jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,saya sangat menantikan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk memperbaiki makalah-makalah yang mungkin akan saya buat dimasa mendatang.
Saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah
membantu saya menyusun makalah ini. Juga terima kasih kepada anda yang telah
bersedia membaca makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Sekian dan terima kasih.
Banjarmasin,
November 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mekanisme perencanaan pembangunan
wilayah nasional berjalan melalui dua
pendekatan utama, yaitu pembangunan sektoral dan regional. Hasil dua pendekatan
diharapkan dapat menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk
tumbuh dan bekembang atas dasar kekuatan sendiri dan mewujudkan masyarakat adil
makmur berdasarkan pancasila. Kenyataannya, upaya menciptakan keselarasan dan
keserasian dua strategi tersebut merupakan hak pelik, bahkan cenderung
kontradiktif dan dikotomis.
Dalam perkembangannya pendekatan
pertama (sektoral) nampak lebih menonjol dan semakin mengua dibanding pendektan
kedua (regional), hal ini dapat dilihat dari orientasi pembangunan yang secara
tegas meletakkan aspek pertumbuhan ekonomi ( econimoc growth) sektoral sebagai
cara untuk mencapai tujuan pembangunan. Disamping telah memberikan hasil yang
memuaskan seperti pertumbuhan ekonomi tinggi, pendapatan perkapita naik, namun
orientasi tersebut ternyata telah menimbulkan beberapa masalah, salah satu
diantaranya adalah tidak meratanya distribusi kegiatan dan hasil pembangunan,
sehingga beberapa agenda permasalahan pembangunan, seperti kemiskinan,
kesenjangan sosial-ekonomi, ketimpangan antar wilayah (kota-desa,
pusat-daerah), sering digunakan sebagai contoh produk model pembangunan
(sektoral) yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut dapat dimengerti
karena untuk mengajar pertumbuhan yang tinggi serta efesiensi, pembangunan
diutamakan pada kegiatan-kegitan yang palinh produktif, terutama kegiatan
ekspor produksi primer seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan.
Sementara itu untuk mengadakan barang-barang konsumsi dan mengurangi
ketergantungan impor, yang dikembangkan di kota-kota besar. Akibatnya tingkat
pembangunan ekonomi yang tinggi hanya terjadi pada wilayah-wilayah yang
memiliki kekayaan sumber alam serta kota-kota besar. Dari sinilah persoalan
ketimpangan wilayah sebagai agenda utama pembangunan regional berawal dan terus
berkembang.
Ketidakmerataan pembangunan antar
sektor dan antar wilayah munul serta nyata dalam beberapa bentuk dualisme,
yaitu antar sektor pertanian yang semakin menurun peran dalam produktivitasnya,
namun menampung tenaga kerja yang cukup banyak dan sektor industri yang
enderung intensive dengan daya serap tenaga kerja rendah namun kontribusinya
semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan sektor jasa dan perdangan yang
semakin jauh meninggalkan sektor pertanian. Lebih lanjut ketidakmerataan aspek
demografis dan sumberdaya alam serta kebijakan pemerintah dalam memberikan
andil yang cukup besar dalam ketimpangan wilayah. Dikotomi Jawa(pusat) dan luar
Jawa (pinggiran), Kawasan Timur Indonesia ( KTI) dan Kawasan Barat Indonesia
(KBI), antara perdesaan dan perkotaan adalah kasus nyata pembangunan wilayah
Indonesia. Fakta-fakta tersebut merupakat suatu contoh adanya masalah
pembangunan dilihat dalam dimensi ruang (wilayah).
Strategi pembangunan yang hanya
mendasarkan pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek distribusi
(pemerataan), perluasan kesempatan kerja, penghapusan kemiskinan serta aspek
wilayah, walaupun pada tahp awalnya berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
namin akhirnya akan mengalami berbagai masalah tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut
tentunya diperlukan kebijaksanaan yang menangani masalah ruang, dalam hal ini
adalah kebijaksanaan pengembangan wilayah. Kebijaksanaan ini berkenaan dengan
lokasi dimana pembangunan tidak terjadi pada tiap bagian wilayah dengan merata.
Pemerataan perencanaan wilayah adalah untuk menghubungkan kegiatan yang
terpisah-pisah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional (Friedmann. 1966 : 5)
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Menyebaratakan pembangunan dan
menghindarkan
pemusatan kegiatan ( kesenjangan).
2. Bagaimana menjamin keserasian dan koordinasi
antar berbagai
kegiatan pembangunan.
3. Bagaimana arah dari kegiatan pembangunan (
prioritas wilayah ).
1.3. Tujuan
1. Menyebarkan pembangunan dan menghindari
pemusatan
pembngunan yang berlebihan pada wilayah
tertentu.
2. Keserasian dan koordinasi antar kegiatan
pembangunan (sektoral
di daerah).
3. Arahan kegiatan pembangunan (prioritas
wilayah).
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Pewilayahan
Pewilayahan adalah usaha untuk
membagi-bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan
yang tertentu pula. Pembagiannya dapat mendasarkan pada criteria-kriteria
tertentu seperti administrative, politis, ekonomis, sosial, cultural, fisis,
geografis, dan sebagainya.
Pewilayahan di Indonesia
berhubungan erat dengan pemerataan pembanguynan dan mendasarkan pembagiannya
pada sumberdaya-sumberdaya local, sehingga prioritas pembangunan dapat
dirancang dan dikeloila sebaik-baiknya.
Pewilayahan untuk perencanaan
pengembangan wilayah di Indonesia bertujuan untuk :
1.
menyebaratakan pembangunan sehingga dapat dihindarkan adanya pemusatan kegiatan
pembangunan yang berlebih-lebihan di daerah tertentu;
2.
menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan pembangunan yang
ada di tiap-tiap daerah;
3.
memberikan pengarahan kegiatan pembangunan, bukan saja pada para aparatur
pemerintah, baik pusat maupun daerah, tetapi juga kepada masyarakat umum dan
para pengusaha (Hariri Hady, 1974).
Pewilayahan ditinjau dari berbagai
negara mempunyai corak/ragam yang bermacam-macam. Hal ini dikarenakan
masing-masing negara memiliki present problems yang memang sangat bervariasi.
2.2. Perencanaan Pengembangan Wilayah dan
Peranannya
Perkembangan wilayah berkenaan
dengan dimensi spasial (ruang) dari kegiatan pembangunan. Didasari pemikiran
bahwa kegiatan ekonomi terdistribusi dalam ruang yang tidak homogen, oleh
karena lokasi memiliki potensi dan nilai relatif terhadap lokasi lainnya, maka
kegiatan yang bertujuan ekonomi maupun sosial akan tersebar sesuai dengan
potensi dan relatif lokasi yang mendukungnya (Luthfi, 1994).
Begitu pula kesejahteraan penduduk
akan tergantung pada sumber daya dan aksebilitasnya terhadap suatu lokasi,
dimana eskonomi terikat (Richardson, 1981 : 270). Usaha-usaha untuk mengaitkan
kegiatan ekonomi sektor ekonomi sektor industri dengan sektor pertanian, atau
pengkaitan beberapa jenis industri akan sulit tercapai tanpa memperhatikan
aspek ruang, karena masing-masing terpisah oleh jarak geografis. Olek karena
itu, arti pembangunan juga perlu diberi perspektif baru sebagai upaya
pengorganiasaian ruang (luthfie, 1994). Untuk tujuan ini maka pendekatan
pengembangan wilayah yang mmenyangkut aspek tata ruang mendapatkan peranannya.
Pendekatan melaui pengembangan
wilayah ii mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, akan didasari pengenalan
pengenalan yang lebih baik atas penduduk dan budaya pada berbagai wilayah,
serta pengenalan atas potensu unit daerah. Sehingga untuk memudahkan pembangunan
daerah yang sesuai dengan potensi, kapasitas serta problem khusus daerah
tersebut. Denagn pengembangan wilayah ini dapat diharapkan kemungkinan lebih
baik untuk memperbaiki keseimbangan sosial ekonomi antar wilayah (Friedmann,
1979 : 38).
Alasan politis diterapkannya
perencanaan pengembangan wilayah antara lain adalah bahwa pembangunan nasional
yang terlalu bersifat sektoral dan tidak mempertimbangkan faktor-faktor lokasi,
atau bagaiman penjalaran pertumbuhan tersebut dalam ruang ekonomi. Tindakan mengabaikan
dimensi tata ruang, ditambah dengan hanya menekankan pemikiran jangka pendek,
akan memberikan kontribusi terhadap semakin tajamnya kesenjangan antarwilayah
(Miller, 1989 : 8)
Pengembangan wilayah merupakan perangkap yang
melengkapi diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menyerasikan laju
pertumbuhan antar daerah, antar desa dan kota, antar sektor serta pembukaan dan
percepatan dan pembangunan Kawasan Timur Indonesia, daerah terpencil, daerah
minus, daerah kritis, daerh perbatasan, dan daerh terbelakang lainnya, yang
disesuaikan tujuan dan prinsip dan penekatan dalam pengembangan wilayah juga
tidak terlepas dari tujuan dn prinsip pembangunan nasional.
Hal ini berarti setiap kegiatan
pembangunan di daerah harus mempertimbangkan kondisi dan situasi regional
(aspek kewilayahan) disamping pertimbangan-pertimbangan yang bersifat sektoral.
Kebijaksanaan pembangunan regional di Indonesia paling tidak mempunyai empat
tujuan utama (Tojiman S, 1981) yaitu :
1. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian antara pembangunan antar sektoral dan
pembangunan regional, dengan meletakkan berbagai pembangunan sektoral pada
wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan potensi dan prioritasnya.
2. Meningkatkan keseimbangan dan keharmonisan
aerta pemerataan pertumbuhan antar wilayah.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat
lokal dalam pembangunan.
4. Meningkatkan keserasian hubungan antar pusat-pusat wilayah dengan
hinterlandnya dan antar kota dan desa.
Pada dua dasawarsa terakhir,
perencanaan regional Indonesia semakin menunjukan aura recpectability (pancaran
kehormatan), seiring semakin kompleksnya tantangan dan masalah pembangunan dan
adanya keyakinan bahwa pendekatan kewilayahan
merupan jawaban yang paling tepat untuk mengatasi ketimpanagn
hasil-hasil pelaksanaan pembangunan, khususnya ketimpangan antar wilayah.
Denagn demikian pembangunan regional diharapkan dapat muncul sebagai salah satu
alternatif paradigma pembangunan yang berfungsi sebagai balance terhadap
penerapan pola kebijaksanaan pertumbuhan ekonomi yang dianut oleh para pemegang
kebijaksanaan ekonomi orde baru.
2.3. Klasifikasi
Wilayah
Klasifikasi wilayah adalah usaha
untuk mengadakan penggolongan wilayah secara sistematis ke dalam bagian-bagian
tertentu berdasarkan property tertentu. Penggolongan yang dimaksud haruslah
memperhatikan keseragaman sifat dan memperhatikan semua individu. Semua
individu yang ada dalam populasi mendapat tempat dalam golongannya
masing-masing. Usaha untuk mengubah atau mengeliminir (menghilangkan) data
seperti yang terjadi dalam proses generalisasi, tidak terdapat dalam
klasifikasi.
Tujuan utama klasifikasi adalah
tidak untuk menonjolkan sifat tertentu dari sejumlah individu, melainkan
mencari defferensiasi antar golongan. Cara-cara yang dapat dikerjakan dalam
klasifikasi dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Secara garis besar, klasifikasi
dapat diperbedakan ke dalam dua golongan, yaitu klasifikasi yang bertujuan untuk
mengetahui deferensiasi jenis dan klasifikasi yang bertujuan untuk mengetahui
deferensiasi tingkat.
2.4. Prinsip Perwilayahan
1. Pewilayahan
wilayah formal (homogen)
Berarti pengelompokan unit-unit
lokal yang memiliki ciri-ciri serupa menurut kriteria tertentu. Tipe dan jumlah
kriteria yang digunakan cukup menentukan tingkat kesulitan pewilayahan.
2. Pewilayahan
wilayah fungsional
Berarti pengelompokan unit lokal
yang memperlihatkan tingkat interdependensi yang cukup besar. Tekanan perhatian
pada aliran yang terkait dengan titik sentral (nodal) bukan pada keseragaman
wilayah. Beberapa cara yang dapat digunakan antara lain (1) analisa aliran
(flow analysis), baik kegiatan sosial, ekonomi maupun fisik; baik berupa barang
maupun jasa, (2) analisa gravitasi, yang menekankan pada aspek kekuatan daya
tarik antar wilayah.
3. Pewilayahan
daerah perencanaan (administratif)
Meski awal penentuannya berdasar
pada dua hampiran di atas, namun pada tahap selanjutnya lebih menekankan pada
pertimbangan politis, khususnya untuk kepentingan program-program
pembangunan.Wilayah yang dibentuk seagai realisasi gabungan beberapa topik,
tentu saja berbeda dengan yang hanya mendasarkan pada satu topik saja.
Topik-topik yang dibicarakan di sini adalah termasuk dalam cakupan topik yang
lebih besar. Sebagai contoh dapat dikemukakan, suatu wilayah yang dihasilkan
dari delimitasi atau curah hujan saja akan menghasilkan wilayah dengan satu
topik saja (single topic region), sedangkan delimitasi regional yang
mendasarkan pada gabungan dari beberapa topic seperti data curah hujan, masa
hawa, temperature, dan tekanan udara dalam jangka panjang akan menghasilkan
wilayah-wilayah iklim yang mempunyai karakteristik berbeda-beda. Wilayah dalam
perwujudan seperti terakhir ini disebut combined topic region. Contoh ini
diharapkan dapat diekstrapolasi sendiri dalam bidangnyua masing-masing.
Di samping mendasarkan pada
topik-topikdalam delimitasi wilayah dapat pula mendasarkan pada topik-topik
yang tidak berhubungan dengan erat. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini
tentang eksistensi wilayah ekonomi (economi region); dasar-dasar delimitasinya
tidak semata-mata pada faktor-faktor ekonomi, tetapi faktor-faktor nonekonomi
pun perlu dipertimbangkan.
Keuntungan total region terletak
pada pelaksanaannya, terutama ditinjau dari segi administrative
conrinience-nya. Namun pendekatan wilayah (region approach) yang mendasarkan
pada cara-cara klasik tersebut lebih banyak menimbulkan kesulitan daripada
kemudahannya. Hal ini semata-mata karena berhubungan dengan keluasaan masalah
yang harus dicakup. Untuk keperluan perencanaan, konsep-konsep seperti ini
selalu dihindarkan mengingat derajat homogenitas gejkala biasanya sangat kecil.
2.5. Konsep-Konsep Wilayah
1.
Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa
faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan
faktor-faktor yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah
homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam dan permasalahan
spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat
dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya
dukung utama yang ada dan pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan
permasalahan masing masing wilayah;
2.
Wilayah nodal, menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah
berdasarkan fungsinya. konsep wilayah nodal diumpamakan sebagai suatu ”sel
hidup” yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat
pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang ( hinterland );
3.
Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen di
suatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak
terpisahkan;
4. Wilayah perencanaan adalah wilayah
yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada
wilayah baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan
secara integral;
5. Wilayah administratif-politis, berdasarkan
pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang
umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan
otonomi tertentu. wilayah yang dipilih tergantung dari jenis analisis dan
tujuan perencanaannya. Sering pula wilayah administratif ini sebagai wilayah
otonomi. Artinya suatu wilayah yang mempunyai suatu otoritas melakukan
keputusan dan kebijaksanaan sendiri-sendiri dalam pengelolaan
sumberdaya-sumberdaya di dalamnya.
2.6. Pendekatan Perencanaan Wilayah
- PendekatanSektoral
Pendekatandidasarkanpadasektor-sektorkegiatan yang ada
di wilayahtersebut.
- PendekatanKewilayahan
Melihatpemanfaatanruangsertainteraksiberbagaikegiatandalamruangwilayahpengelompokkansuatuwilayahdapatdilakukanberdasarbatasadministrasimemandangwilayahterdiridaribagian-bagianwilayah
yang lebihkecil dg potensidandayatariknyamasing-masing.
2.7. Faktor-Faktor dalam Perencanaan Wilayah
- Potensi di
setiapwilayahadalahberbeda
Ø Perbedaanpotensimenyebabkandiperlukannyaperencanaan
yang berbeda-beda.
Ø Potensiwilayahharusdigunakansebesar-besarnyakesejahteraanrakyat
- Perkembanganteknologi
yang sangatcepatmempengaruhiperubahankehidupanmanusia.
- Adanyakesalahanperencanaanmasalalushgtidakdapatdiubahataudiperbaikikembali.
misal: pembangungan di jalurhijauatausempadan.
diperlukanperencanaanberikutnya yang
lebihterarah
- Kebutuhanlahansemakinmeningkat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perkembangan wilayah berkenaan
dengan dimensi spasial (ruang) dari kegiatan pembangunan. Didasari pemikiran
bahwa kegiatan ekonomi terdistribusi dalam ruang yang tidak homogen, oleh
karena lokasi memiliki potensi dan nilai relatif terhadap lokasi lainnya, maka
kegiatan yang bertujuan ekonomi maupun sosial akan tersebar sesuai dengan
potensi dan relatif lokasi yang mendukungnya (Luthfi, 1994).
Begitu pula kesejahteraan penduduk
akan tergantung pada sumber daya dan aksebilitasnya terhadap suatu lokasi,
dimana eskonomi terikat (Richardson, 1981 : 270). Usaha-usaha untuk mengaitkan
kegiatan ekonomi sektor ekonomi sektor industri dengan sektor pertanian, atau
pengkaitan beberapa jenis industri akan sulit tercapai tanpa memperhatikan
aspek ruang, karena masing-masing terpisah oleh jarak geografis. Olek karena
itu, arti pembangunan juga perlu diberi perspektif baru sebagai upaya
pengorganiasaian ruang (luthfie, 1994). Untuk tujuan ini maka pendekatan
pengembangan wilayah yang mmenyangkut aspek tata ruang mendapatkan peranannya.
Pendekatan melaui pengembangan
wilayah ii mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, akan didasari pengenalan
pengenalan yang lebih baik atas penduduk dan budaya pada berbagai wilayah,
serta pengenalan atas potensu unit daerah. Sehingga untuk memudahkan
pembangunan daerah yang sesuai dengan potensi, kapasitas serta problem khusus
daerah tersebut. Denagn pengembangan wilayah ini dapat diharapkan kemungkinan
lebih baik untuk memperbaiki keseimbangan sosial ekonomi antar wilayah (Friedmann,
1979 : 38).
Pengembangan wilayah merupakan
perangkap yang melengkapi diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menyerasikan
laju pertumbuhan antar daerah, antar desa dan kota, antar sektor serta
pembukaan dan percepatan dan pembangunan Kawasan Timur Indonesia, daerah
terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerh perbatasan, dan daerh terbelakang
lainnya, yang disesuaikan tujuan dan prinsip dan penekatan dalam pengembangan
wilayah juga tidak terlepas dari tujuan dn prinsip pembangunan nasional.
Hal ini berarti setiap kegiatan
pembangunan di daerah harus mempertimbangkan kondisi dan situasi regional
(aspek kewilayahan) disamping pertimbangan-pertimbangan yang bersifat sektoral.
Kebijaksanaan pembangunan regional di Indonesia paling tidak mempunyai empat
tujuan utama (Tojiman S, 1981) yaitu :
1. Meningkatkan
keseimbangan dan keserasian antara
pembangunan antar sektoral dan pembangunan regional, dengan meletakkan berbagai
pembangunan sektoral pada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan potensi dan
prioritasnya.
2. Meningkatkan
keseimbangan dan keharmonisan aerta pemerataan pertumbuhan antar wilayah.
3. Meningkatkan
partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan.
4. Meningkatkan
keserasian hubungan antar pusat-pusat
wilayah dengan hinterlandnya dan antar kota dan desa.
Berdasarkan kategorinya, wilayah
dapat mempunyai realisasi yang bermacam-macam. Penggolongan yang umum digunakan
dalam regionalisasinya adalah : single topic region (wilayah bertopik tunggal),
combined topic region (wilayah bertopik region), multiple topic region (wilayah
bertopik banyak), total region (wilayah total), dan compage.
Single topic region adalah suatu
wilayah yang eksistensinya didasarkan pada satu macam topic saja. Bila ditinjau
dari tipenya, wilayah ini dapat merupakan wilayah formal ataupun wilayah
fungsional.
Jenis wilayah kedua yang ditinjau
dari kategorinya adalah combined topic region. Sekilas eksistensi wilayah yang
kedua ini sama dengan yang tersebut pertama, tetapai sebetulnya terdapat
perbedaan penting diantara keduanya.
Wilayah yang dibentuk seagai
realisasi gabungan beberapa topik, tentu saja berbeda dengan yang hanya
mendasarkan pada satu topik saja. Topik-topik yang dibicarakan di sini adalah
termasuk dalam cakupan topik yang lebih besar. Sebagai contoh dapat dikemukakan,
suatu wilayah yang dihasilkan dari delimitasi atau curah hujan saja akan
menghasilkan wilayah dengan satu topik saja (single topic region), sedangkan
delimitasi regional yang mendasarkan pada gabungan dari beberapa topic seperti
data curah hujan, masa hawa, temperature, dan tekanan udara dalam jangka
panjang akan menghasilkan wilayah-wilayah iklim yang mempunyai karakteristik
berbeda-beda. Wilayah dalam perwujudan seperti terakhir ini disebut combined
topic region. Contoh ini diharapkan dapat diekstrapolasi sendiri dalam
bidangnyua masing-masing.
Kategori yang ketiga, multiple
topic region, adalah suatu wilayah yang eksistensinya mendasarkan pada beberapa
topik yang berbeda satu sama lain.
Secara bebas dapat dikatakan bahwa
dalam combined topic region mendasarkan pada unsur-unsur dari satu topik,
sedangkan pada multiple topic region mendasarkan pada beberapa topic yang
berbeda-beda tetapi masih berhubungan satu sama lain. Hal ini biasanya
diarahkan pada tujuan-tujuan yang lebih luas sifatnya. Sebagai contoh untuk
mengevaluasi sesuatu daeraah untuk daerah pertanian, maka faktor-faktor yang
berhubungan dengan pertanian digunakan sebagai dasar untuk delimitasinya.
Faktor-faktor itu antara lain me;liputi data tentang iklim, keadaan tanah,
hidrologi, geomorfologi dan lain-lain yang dianggap memegang peranan penting
dalam masalah pertanian. kombinasi dari berbagai topik tersebut akan menentukan
timbulnya multiple topic region.
Di samping mendasarkan pada
topik-topikdalam delimitasi wilayah dapat pula mendasarkan pada topik-topik
yang tidak berhubungan dengan erat. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini
tentang eksistensi wilayah ekonomi (economi region); dasar-dasar delimitasinya
tidak semata-mata pada faktor-faktor ekonomi, tetapi faktor-faktor nonekonomi
pun perlu dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/31825118/KONSEP-DASAR-PERWILAYAHAN
diakses pada tanggal 28 November 2011
http://whitayu.wordpress.com/2009/01/11/konsepsi-wilayah-dan-prinsip-pewilayahan/
diakses pada tanggal 28 November 2011
www.wekipedia/org.com
diakses pada tanggal 28 November 2011
MAKALAH
GEOGRAFI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
Tentang
“
Pewilayahan”

Dosen :
Karunia Puji Hastuti, M. Pd.
ArifRahmanNugroho, S.
Pd., M. Sc.
DisusunOleh :
Nama :
HENRY AMBARA M.H.
NIM : A1A510291
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
BANJARMASIN
2011
mantap,,,,,,mantap,,,,,,mantap,,,,,
BalasHapusHarrah's Cherokee Casino Resort - Mapyro
BalasHapusFind 성남 출장샵 your way around the casino, find where everything is located with 아산 출장안마 live table games, as well as helpful tips and 인천광역 출장샵 tricks 서산 출장샵 to help make 광양 출장마사지